-->

Upacara Kasada (Kasodo) dan Pura Luhur Poten Gunung Bromo Yang wajib kalian Baca

Ternyata ilmu itu luas sebelum membahas mengenai Upacara Kasada (Kasodo) dan Pura Luhur Poten Gunung Bromo ini, kenyataannya kita wajib belajar Sebab dalam kehidupan kita sehari-hari kita butuh kemampuan banyak hal yang belum tentu kita ketahui bagaimana caranya. Misalnya, supaya mempunyai kemampuan menyampaikan keinginan kita kepada orang lain dengan bagus dan benar, kita wajib mengetahui Tips berkomunikasi. supaya Bisa berkomunikasi, kita wajib Bisa membaca dan menulis. Sebelum membahas mengenai Upacara Kasada (Kasodo) dan Pura Luhur Poten Gunung Bromo, Sekarang, Bisa disimpulkan bahwa hanya membuka pemikiran kita untuk belajar kita Bisa menanggulangi masalah yang kita hadapi setiap hari. Kita membaca, akan mengubah diri kita, dari belum mengetahui, atau belum menguasai hal tertentu, supaya kita Bisa menyelesaikan segala sesuatu dalam kehidupan kita dan membuat kita semakin berisi.

Upacara Kasada (Kasodo) dan Pura Luhur Poten Gunung Bromo






Sejak Jaman Majapahit konon wilayah yang mereka huni merupakan tempat
suci, Sebab mereka dianggap abdi – abdi kerajaan Majapahit. hingga saat
ini mereka masih menganut agama hindu, Setahun sekali masyarakat
tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada. Upacara ini berlokasi disebuah
pura yang berada dibawah kaki gunung bromo. Dan setelah itu dilanjutkan
kepuncak gunung Bromo. Upacara dilakukan di tengah malam hingga dini
hari setiap bulan purnama dibulan Kasodo menurut Almanak Jawa.




Legenda Asal Mula Upacara Kasada
Menurut
ceritera, asal mula upacara Kasada terjadi beberapa abad yang lalu. di masa
pemerintahan Dinasti Brawijaya dari Kerajaan Majapahit. Sang permaisuri
dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Roro Anteng, setelah menjelang
dewasa sang putri mendapat pasangan seorang pemuda dari kasta Brahma bernama Joko Seger.

di saat Kerajaan Majapahit menjalani kemunduran dan bersamaan mulai
menyebarnya agama Islam di Jawa, beberapa punggawa kerajaan dan beberapa
kerabatnya memutuskan untuk pindah ke wilayah timur, dan sebagian menuju di
kawasan Pegunungan Tengger termasuk pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger.

Pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger membangun pemukiman dan setelah itu memerintah
di kawasan Tengger dengan sebutan Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger, maksudnya "Penguasa Tengger Yang
Budiman". Nama Tengger diambil dari akhir suku Perkataan nama Rara Anteng dan Jaka
Seger.

Perkataan Tengger berarti juga Tenggering
Budi Luhur atau pengenalan moral tinggi, simbol perdamaian abadi.
Dari waktu ke waktu masyarakat Tengger hidup makmur dan damai, namun sang
penguasa tidaklah merasa bahagia, Sebab setelah beberapa lama pasangan Rara
Anteng dan Jaka Tengger berumahtangga belum juga dikaruniai keturunan. setelah itu
diputuskanlah untuk naik ke puncak gunung Bromo untuk bersemedi dengan penuh
kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa supaya karuniai keturunan.

Tiba-tiba ada suara gaib yang mengatakan bahwa semedi mereka akan terkabul namun
dengan syarat apabila telah mendapatkan keturunan, anak yang bungsu wajib
dikorbankan ke kawah Gunung Bromo, Pasangan Roro Anteng dan Jaka Seger
menyanggupinya dan setelah itu didapatkannya 25 orang putra-putri, namun naluri
orang tua tetaplah tak tega apabila kehilangan putra-putrinya. Pendek Perkataan
pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger ingkar janji, Dewa menjadi marah dengan
mengancam akan menimpakan malapetaka, setelah itu terjadilah prahara keadaan
menjadi gelap gulita kawah Gunung Bromo menyemburkan api.

Kesuma anak bungsunya lenyap dari
Sudut Pandang terjilat api dan masuk ke kawah Bromo, bersamaan hilangnya Kesuma
terdengarlah suara gaib :"Saudara-saudaraku yang kucintai, aku telah dikorbankan
oleh orang tua kita dan Hyang Widi menyelamatkan kalian semua.

Hiduplah damai
dan tenteram, sembahlah Hyang Widi. Aku ingatkan supaya kalian setiap bulan Kasada
di hari ke-14 mengadakan sesaji kepada Hyang Widi di kawah Gunung Bromo.
Kebiasaan ini diikuti dengan cara turun temurun oleh masyarakat Tengger dan setiap
tahun diadakan upacara Kasada di Poten lautan pasir dan kawah Gunung Bromo. 




Pura Luhur Poten Gunung Bromo

Sebagai
pemeluk agama Hindu Suku Tengger tak seperti pemeluk agama Hindu di
umumnya, mempunyai candi-candi sebagai tempat peribadatan, namun apabila
menjalankan peribadatan bertempat di punden, danyang dan poten.

Poten
merupakan sebidang Tanah di lautan pasir sebagai tempat berlangsungnya
upacara Kasada. Sebagai tempat pemujaan untuk masyarakat Tengger yang
beragama Hindu, poten terdiri dari beberapa bangunan yang ditata dalam
suatu susunan komposisi di pekarangan yang dibagi menjadi tiga
Mandala/zone, yaitu :

MANDALA UTAMA

Disebut juga jeroan yaitu tempat Aplikasi pemujaan persembahyangan yang terdiri dari:

Padmaberfungsi sebagai bentuknya serupa candi yang dikembangkan lengkap
dengan pepalihan. Fungsi utamanya tempat pemujaan Tuhan Yang Maha Esa,
Padma tak memakai atap yang terdiri dari bagian kaki yang disebut
tepas, badan/batur dan kepala yang disebut sari dilengkapi dengan
Bedawang, Nala, Garuda dan Angsa.

Bedawang Nalamelukiskan kura-kura raksasa mendukung padmasana, dibelit oleh seekor
atau dua ekor naga, garuda dan angsa posisi terbang di belakang badan
padma yang masing-masing menurut mitologi melukiskan keagungan bentuk
dan fungsi padmasana.

Bangunan Sekepat (tiang
empat) atau yang lebih besar letaknya di bagian sisi sehadapan dengan
bangunan pemujaan/padmasana, menghadap ke timur atau sesuai dengan
orientasi bangunan pemujaan dan terbuka keempat sisinya. Fungsinya
untuk penyajian sarana upacara atau aktivitas serangkaian upacara. Bale
Pawedan serta tempat dukun sewaktu menjalankan pemujaan.

Kori Agung Candi Bentar,
bentuknya mirip dengan tugu kepalanya memakai gelung mahkota segi empat
atau segi banyak bertingkat-tingkat mengecil ke atas dengan bangunan
bujur sangkar segi empat atau sisi banyak dengan sisi-sisi sekitar depa
alit, depa madya atau depa agung. Tinggi bangunan Bisa berkisar dari
sebesar atau setinggi tugu hingga sekitar 100 meter memungkinkan pula
dibuat lebih tinggi dengan memperhatikan keindahan proporsi candi
bentar.

Untuk pintu masuk pekarangan pura dari jaba pura menuju mandala
sisi/nista atau jaba tengah/mandala utama Bisa berupa candi gelung atau
kori agung dengan berbagai variasi hiasan. Untuk pintu masuk pekarangan
pura dari jaba tengah/Mandala Madya ke jeroan Mandala Madya sesuai
keindahan proporsi bentuk fungsi dan besarnya atap bertingkat-tingkat
tiga hingga sebelas sesuai fungsinya. Untuk pintu masuk yang letaknya
di tembok penyengker/pembatas pekarangan pura.




MANDALA MADYA/ZONE TENGAH

Disebut juga jaba tengah, tempat persiapan dan pengiring upacara terdiri dari:

Kori Agung Candi Bentar,
bentuknya serupa dengan tugu, kepalanya memakai gelung mahkota segi
empat atau segi banyak bertingkat-tingkat mengecil ke atas dengan
bangunan bujur sangkar, segi empat atau segi banyak dengan sisi-sisi
sekitar satu depa alit, depa madya, depa agung.

Bale Kentongan,
disebut bale kul-kul letaknya di sudut depan pekarangan pura, bentuknya
susunan tepas, batur, sari dan atap Epilog ruangan kul-kul/kentongan.
Fungsinya untuk tempat kul-kul yang dibunyikan awal, akhir dan saat
tertentu dari rangkaian upacara.

Bale Bengong,
disebut juga Pewarengan suci letaknya diantara jaba tengah/mandala
madya, mandala nista/jaba sisi. Bentuk bangunannya empat persegi atau
memanjang deretan tiang dua-dua atau banyak luas bangunan untuk dapur.
Fungsinya untuk mempersiapkan keperluan sajian upacara yang wajib
dipersiapkan di pura yang umumnya jauh dari desa tempat pemukiman.






MANDALA NISTA/ZONE DEPAN

Disebut
juga jaba sisi yaitu tempat peralihan dari luar ke dalam pura yang
terdiri dari bangunan candi bentar/bangunan penunjang lainnya.
Pekarangan pura dibatasi oleh tembok penyengker batas pekarangan pintu
masuk di depan atau di jabaan tengah/sisi memakai candi bentar dan
pintu masuk ke jeroan utama memakai Kori Agung.

Tembok
penyengker candi bentar dan kori agung ada berbagai bentuk variasi dan
kreasinya sesuai dengan keindahan arsitekturnya. Bangunan pura di
umumnya menghadap ke barat, memasuki pura menuju ke arah timur demikian
pula pemujaan dan persembahyangan menghadap ke arah timur ke arah
terbitnya matahari.

Komposisi masa-masa bangunan pura berjajar
antara selatan atau selatan-selatan di sisi timur menghadap ke barat
dan sebagian di sisi utara menghadap selatan.



Upacara Kasada (Kasodo) dan Pura Luhur Poten Gunung Bromo  


Yadnya Kasada (Upacara Kasada)

di
malam ke-14 Bulan Kasada Masyarakat Tengger penganut Agama Hindu (Budha
Mahayana menurut Parisada Hindu Jawa Timur) berbondong-bondong menuju
puncak Gunung Bromo, dengan membawa ongkek yang berisi sesaji dari
berbagai hasil pertanian, ternak dan sebagainya, lalu dilemparkan ke
kawah Gunung Bromo sebagai sesaji kepada Dewa Bromo yang dipercayainya
bersemayam di Gunung Bromo. Upacara korban ini memohon supaya masyarakat
Tengger mendapatkan berkah dan diberi keselamatan oleh Yang Maha Kuasa.

Upacara
Kasada diawali dengan pengukuhan sesepuh Tengger dan pementasan
sendratari Rara Anteng Jaka Seger di Anjung terbuka Desa Ngadisari.
setelah itu tepat di pukul 24.00 dini hari diadakan pelantikan dukun dan
pemberkatan umat di poten lautan pasir Gunung Bromo. Dukun untuk
masyarakat Tengger merupakan pemimpin umat dalam bidang keagamaan, yang
biasanya memimpin upacara-upacara ritual perkawinan dll. Sebelum
dilantik para dukun wajib lulus ujian dengan Tips menghafal dan
membacakan mantra-mantra.

Setelah UpaTips selesai, ongkek – ongkek yang berisi sesaji dibawa dari kaki gunung bromo ke atas kawah. Dan mereka melemparkan kedalam kawah, sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan oleh nenek moyang mereka. Didalam kawah banyak terdapat pengemis dan penduduk tengger yang tinggal dipedalaman, mereka jauh jauh hari datang ke gunung bromo dan mendirikan tempat tinggal dikawah gunung Bromo dengan harapan mereka mendapatkan sesaji yang dilempar. Penduduk yang melempar sesaji berbagai macam buah buahan dan hasil ternak, mereka menganggapnya sebagai kaul atau terima kasih mereka terhadap tuhan atas hasil
ternak dan pertanian yang melimpah. Aktivitas penduduk tengger
pedalaman yang berada dikawah gunung bromo Bisa kita lihat dari malam
hingga siang hari Kasada Bromo.









0 Response to "Upacara Kasada (Kasodo) dan Pura Luhur Poten Gunung Bromo Yang wajib kalian Baca"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel